Walau Sudah Tua, Bi Ima Sungguh Terampil! Aku Sampai Lemas


Sepuluh menit berlalu, aku masih betah menelungkup di ranjang. Seluruh ototku seperti luruh semuanya, hilang daya. Aku merasa lemas, tenagaku terkuras, namun puas!

“Tidak perlu buru-buru, tiduran dulu kalau masih lemas,” kata Bi Ima sembari merapikan kainnya.

Aku mengangguk lemah lalu sembari mendengar bunyi lembut langkah perempuan paru baya itu menuju kamar mandi. Mungkin ia ingin mencuci tangannya.

Itu pengalaman pertamaku bersama Bi Ima. Baru sekali dan aku langsung kecanduan. Makanya aku memutuskan untuk tiap minggu mengunjunginya.

Bi Ima memang paten. Ia selalu berhasil membuatku lemas, berkeringat. Sakit sedikit tidak apa-apa, namun efek setelah itu begitu joss.

Hendri, teman sekantorku juga merasakan perubahan padaku. Katanya aku lebih bugar, lebih lincah dan tanggap dalam melakukan pekerjaan.  Ia juga mengatakan aku lebih ceria, beda dengan diriku yang dulu.

“Ayolah To,  kasih tahu aku rahasianya. Aku juga pengin kayak kamu, terlihat segar! Punya cewek baru yah?” Begitu Hendri mendesakku suatu ketika.

Seperti biasa, aku hanya menjawab dengan senyum.

Sebenarnya, aku ingin kasih tahu soal Bi Ima ke Hendri. Namun rasanya agak malu. Aku takut ditertawakan jika mengatakan aku kerap mengunjungi perempuan paruh baya itu.

Sepertinya Bi Ima yang tua itu agak kontras dengan aku yang milenial banget. Aku tipe anak muda yang stylish abis! Pakaianku bermerk semua. Bayangkan jika kukatakan kepadanya mengenai Bi Ima, bisa malu aku!

Apa lagi, si Hendri itu biang gosip. Mulutnya kayak emak-emak kompleks yang sedang ada arisan. Bakal habis namaku dijadikan bahan ghibah.

Jika kuhitung-hitung sejak pengalaman pertama, ini sudah kali ke lima aku mengunjungi Bi Ima. Atau mungkin lebih, entahlah! Namun seperti biasa, perempuan tua selalu memberikan pelayanan maksimal. Aku selalu dipuaskannya.

Kedua tangannya yang terampil menekan tiap otot di punggungku. Gerakannya sedemikan rupa sehingga seolah merilis semua rasa pegal.

Aku yakin Bi Ima tidak pernah belajar Chiropractic. Boro-boro belajar, tahu istilah itu saja pasti tidak. 

Tapi ia tahu cara mengembalikan posisi setiap ruas tulang belakang yang bergeser, menghentak begitu rupa sehingga menghasilkan bunyi ‘crack’ yang bikin puas. Sakit kepala dan rasa berat di punggung seketika hilang.

Bi Ima juga tak mematok harga untuk pelayanannya. Berapapun yang diberikan, ia ikhlas. 

Namun aku selalu memberi  bayaran sepantasnya untuk segala kebaikan yang ia berikan pada tubuhku. Makanya ia senang kalau aku datang mengunjunginya.

“Mau dibunyikan lagi tulangnya, nak?”

“Iya Bi,” kataku sambil menanggalkan baju. (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Koes Hendratmo pake Jas Songke....

The Godfathers