Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2022

Ratni Mempertahankan Kehormatannya

Gambar
Celana dalam Ratni sudah sampai di lutut saat kesempatan itu datang. Ketika pria yang berlutut di atasnya berupaya melepas sabuk dan kancing celana jeansnya, Ratni mengentakkan kaki sekuat-kuatnya ke selangkangan sosok yang ingin menggagahinya itu.  Sang pria seketika terjengkang ke belakang. Wajahnya meringis menahan sakit lantaran kejantanannya itu dihajar sedemikian rupa.  Ratni segera bangkit, menarik celananya yang melorot lalu merapikan roknya. Ia memicingkan mata, melihat pria itu masih mengaduh kesakitan di tanah sembari memegang barangnya. Ratni merasakan takut bercampur amarah atas peristiwa yang sedang dialaminya itu.  BACA JUGA: Sepucuk Surat yang Tak Pernah Sampai Ia ingin segera meninggalkan tempat itu, namun matanya terpaku pada  batu yang teronggok di bawah sebatang pohon. Ia diam sebentar, lalu mengangkat batu itu dengan sisa-sia tenaganya. Digotongnya batu itu ke arah pria yang tengah berbaring menggulung di tanah. Pria itu kaget melihat Ratni mendekat, ia ngeri meli

Ciri-ciri Orang Bahagia, Kamu Pasti Nggak Nyangka!

Gambar
Ketika orang bahagia, mereka bertindak seperti magnet, menarik semua orang di sekitarnya.  Namun hanya sedikit orang yang entah bagaimana mampu mengatur kebahagiaan.  Di bawah ini  daftar rahasia tentang apa yang dilakukan orang-orang bahagia. Baca dan tiru jika ingin seperti mereka. BACA JUGA:  Ssstt, ini Tanda Si Dia Belum Move On dari Kamu Setelah Putus! Mereka berhenti mencari kebahagiaan Jika kamu bertekad untuk menemukan kebahagiaan, dirimu mungkin tidak akan menemukannya.  Pencarian kebahagiaan menjadi kesadaran bahwa kamu sangat tidak bahagia sehingga harus 'menemukan' kebahagiaan.  Orang yang bahagia berhenti mencari kebahagiaan atau fokus padanya. Mereka menciptakan koneksi Untuk 'merasakan' secara mendalam, seseorang harus menjalani kehidupan yang kaya dan murni secara emosional. Orang yang bahagia menciptakan hubungan dengan orang lain.  Mereka suka tetap terhubung dengan orang-orang sehingga mereka tidak pernah bisa tanpa kehadiran dalam hidup mereka, apaka

Petrichor dan Kisah Layang-layang

Gambar
"Masa kanak-kanak yang bahagia adalah salah satu hadiah terbaik yang dimiliki orang tua untuk diberikan kepada anak mereka" – Mary Cholmondeley HUJAN  semalam meninggalkan jejaknya. Hujan pertama di bulan Juli yang kering. Titik-titik air bergantungan pasrah pada helai dedaunan,  membiaskan warna jingga redup dari sinar mentari pertama pagi itu.  Genangan-genangan kecil masih terbentuk setiap ceruk tanah, hingga panas sang surya nanti akan  memaksa mereka menyusup ke rahim bumi, atau menguap dan menyatu dengan mega.  Meski malam telah berganti,  namun hari masih pagi.  Segenap makhluk di kolong langit masih enggan menyambut fajar, lantaran ingin sekali lagi mencecap mimpi sebelum sadar mencampakan mereka pada nyata.

Sepucuk Surat yang Tak Pernah Sampai

Gambar
  23 Maret 2020… Kutuliskan untaian kalimat  ini  bersama tetes demi tetes air mata yang jatuh setelah menganak sungai di pipi. Sebab rasa lara menyelimuti hatiku, begitu tahu masa depanku telah terenggut selamanya. Aku ingat, 10 tahun lalu saat kita pertama kali beradu pandang. Bagiku seperti baru kemarin, karena masih segar dalam benak detik demi detik momen mendebarkan itu. Sebuah sapuan pandangan yang membuatku tidak bisa tidur berhari-hari. Kita bertemu di antara hiruk pikuk orang-orang dengan pakaian warna-warni pada sebuah festival tahunan. Di bawah gemerlap kembang api dan nyala ratusan lampion yang digantung, wajahmu yang mungil itu seketika terpatri di hati. BACA JUGA: Sosok yang Hidup dalam Benakku Hatiku membuncah ketika tahu engkau juga memperhatikanku kala itu. Aku bisa melihat jelas engkau mencuri-curi pandang meski sibuk bercengkrama bersama kelompokmu.  Hatiku mantap, begitu pun engkau, untuk saling mengenal lebih jauh. Sejak itu kita selalu bertemu dan aku begitu meni

Sosok yang Hidup dalam Benakku

Gambar
  Aku bingung. Ibu  belakangan ini selalu menatapku dengan perasaan lain. Ada pancaran kecemasan dari sorot matanya. Seperti ada yang tidak beres pada diriku. Padahal, aku baik-baik saja. Sehat-sesehatnya.  Begitu juga dengan Dhita, adikku satu-satunya. Ia tak pernah lagi menyelinap masuk ke kamarku lalu tiduran di kasur sambil membaca salah satu koleksi komikku. Sepertinya ia menjaga jarak, bicara seperlunya saja denganku.  Semuanya berawal ketika Rani datang ke rumah. Rani adalah sahabatku. Kami seperti saudara, karena sebagian besar waktunya kerap kali dihabiskan di rumahku.  Kisah pertemuanku dengan Rani begitu unik. Ia mengantarku kembali pulang ketika aku kabur dari rumah karena bertengkar dengan ibu. Dalam pertengkaran itu, ibu mengatakan kalau aku sakit dan itu membuatku kecewa.  Dua hari aku pergi dari rumah, luntang-lantung di jalan lalu menghentikan langkahku di depan sebuah rumah yang tak terawat lantaran tak lagi ditinggali.  Di teras rumah itu, aku ingin mengaso sebentar

Kawanan Anjing ini Melindungi Aku dari Apa?

Gambar
Tadi siang kakek sudah dimakamkan. Ia meninggal setelah beberapa waktu lamanya menderita sakit. Keluarga dan kerabat yang datang datang dari luar kota, masih akan berkumpul di rumah kakek sampai hari ketujuh.  Demikian pula putra dan putri kakek, termasuk ibuku, semuanya akan tinggal untuk menguatkan nenek yang tengah berduka. Tenda besar yang didirikan di depan rumah kakek juga belum dibongkar. Tiap malam orang-orang memenuhi tenda itu untuk mengikuti ibadah singkat demi keselamatan jiwa kakek.  Namun sebenarnya, tujuan mereka bukan itu saja. Sebab, segera setelah ibadah selesai, sebagian besar dari mereka akan membentuk kelompok-kelompok kecil beranggotakan 5 hingga 7 orang.  Mereka akan bermain kartu dengan uang sebagai taruhanya, hingga pagi menjelang. Begitulah kebiasaan di tempat kami saban ada kematian. BACA JUGA: Cekelan Penahan Sukma, Bikin Mbah J Hampir Abadi Malam ini, ibu memutuskan untuk kembali menginap di rumah kakek. Sementara ayah memilih pulang dan menunggui rumah aga

Cekelan Penahan Sukma, Bikin Mbah J Hampir Abadi

Gambar
Siang itu begitu panas. Rimbun pohon jati yang tumbuh berbagi tempat dengan dengan pohon-pohon mangga, rambutan dan jambu mete di halaman tak mampu menghalau mentari yang menghajar bumi tanpa ampun. Sementara udara diam tak bergerak lantaran sang bayu enggan bertiup. Mungkin turut merasa gerah. Penghuni dusun ini terus berdatangan. Menjejali sebuah rumah joglo berdinding rendah dengan atap yang menjulang. Keadaan di dalamnya pun terasa sumuk. Gerah, pastinya. Namun semuanya tampak maklum dengan kondisi itu. Para warga duduk bersimpuh di atas hamparan tikar plastik yang disediakan. Beberapa tampak saling bercakap-cakap dengan suara rendah sehingga terdengar seperti gumaman. Sementara yang lain diam saja sembari memandangi peti jenazah yang teronggok persis di tengah-tengah ruangan, melintang di antara dua dari empat soko guru yang menyanggah atap rumah itu. Aku ada di situ, melakukan tugasku menyalami tetamu yang terus mengalir masuk. Sesekali kuarahkan kameraku untuk menjepret keramaia

Njir! Kok Beda Banget Sama yang di Foto?

Gambar
Jam 15.00 tepat, kudengar pintu depan dibuka lalu disusul langkah-langkah berat. Aku yang sedang sibuk masak di dapur ogah melihat ke depan. Karena aku tahu itu Airin, salah seorang teman yang rutin mengunjungi rumahku jika ia sedang ada masalah. "Dew, ada air es nggak, eh jangan! Jus jeruk deh," kata Airin sambil menjatuhkan dirinya di sofa ruang tamu. Bunyi gedebuk membuatku cemas, kalau-kalau sofaku tak kuat menahan beban tubuh Airin yang memang agak tambun. Aku menuju ke depan, dengan segelas jus jeruk di tangan. Dalam posisi setengah selonjor, Airin melirikku sedetik lalu kembali menekuni ponsel cerdasnya. Aku meletakkan jus jeruk itu di meja, lalu duduk sofa lain di situ. "Makasih beib," katanya. BACA JUGA: Cekelan Penahan Sukma, Bikin Mbah J Hampir Abadi Sejenak kami berdua duduk dalam kebisuan. Aku memandang ke arah pintu luar, memperhatikan barisan pot tempat tumbuh beberapa tanaman hias. Sesekali ku dengar Airin menghela nafas, namun enggan kutanggapi. Tun