Masku Romo

Ada yang lain malam ini. Tak seperti lazimnya,  Evi tidak banyak bersuara…..dari tadi dia diam saja. Saya jadinya ikut-ikutan diam.  Hanya ada suara TV yang lagi menyiarkan berita-berita seputar isu hangat di negeri tercinta ini. Soal bulan Ramadhan, perayaan 17-an, penangkapan Ustadt Abubakar Baasyir, ketegangan dengan maligshit, de el el…
Melihat istri terkasih diam membisu tentu saja bikin saya bingung. Biasanya dia seperti ini kalau saya habis bikin kesalahan, atau kami berdua baru saja terlibat pertengkaran. Tapi saya merasa hari ini baik-baik saja. Tak ada pertengkaran. Malah hari ini adalah hari yang menyenangkan. Pasalnya, kakaknya yang seorang Romo itu  baru saja mengunjungi kami.

Lantas kenapa Evi diam saja? Ada yang tahu?

Dalam kesunyian yang mencekam (ah lebay lo), dugaan “there’s something wrong”  semakin menguat di kepala saya.  I really need to know why... (bhs indonesia aja nape, bang?)....heh? ya udah bahasa indonesia dah.... Saya jadi penasaran kenapa  dia menciptakan suasana silentium magnum macam di biara. Saya menoleh padanya, dia sedang mengetik sms… Diam-diam saya lirik isi teks-nya.

           Slmt jalan, Mas.
          Do’a kami biarlah turut jadi bekalmu untuk berkarya di tempat baru.
          Hati2 di jalan.

Mas Romo
Evi  sedang mengingat kakaknya. Satu-satunya saudara kandung yang ia miliki. Seorang kakak yang sejak empat tahun lalu memutuskan menjadi seorang gembala umat, imam ordo OCarm. Seorang kakak yang dengan alasan kuat sangat ia dan juga saya idolakan karena cara hidupnya yang sederhana dan sifatnya yang suka bekerja keras. Namun di balik itu, ia memiliki kecerdasan  yang patut diacungi empat jempol.

"Dia pernah jalan kaki dari Magelang hingga Solo," cerita Evi suatu kali.

"Hah? Serius? Magelang-Solo jalan kaki? Buat apa?" kata saya setengah tidak percaya.

"Ga tau..mungkin dia lagi laku tapa..atau lagi memperkuat semangat kederhanaan. Begitulah dia, "

Kunjungannya ke tempat kami tadi siang rupanya kesempatan terakhir kami bertemu muka dengannya hingga lima tahun mendatang. Karena saat ini ia tengah berada di dalam pesawat, melakukan perjalanan beribu-ribu mil jauhnya menuju sebuah negara di belahan bumi lain.

Perancis.. sebuah negara di benua Eropa sana.......

Dia, Mas Romo, adalah seorang orator ulung. Bagian homili selalu dinantikan umat saat dia memimpin misa. Caranya berkotbah mampu membius orang. Nilai-nilai Ketuhanan mampu ia kemas dalam cerita yang bahkan seorang anak kecilpun dapat mengerti dengan baik.  Kalau saja dia bukan seorang Biarawan, kemampuan berbicaranya itu sudah pasti dilirik banyak partai politik di negeri ini, terlebih pada masa kampanye menjelang pemilu.  

Ingatan saya lantas melayang ke dua bulan lalu,  ketika Mas Romo memberikan homili dalam misa pengukuhan pernikahan saya dan evi. Dengan gaya kocak ia memberikan kotbah yang sebenarnya punya nilai yang sangat dalam bagi kami berdua sebagai pasangan suami istri baru.

“Hakekat pernikahan Katholik terangkum dalam ‘tiga T’. Pertama, Pernikahan Katholik itu keramaT. Keramat juga berarti suci, bukan kuburan, lho ya...

Derai tawa memenuhi ruangan kapel.

“Apa itu keramat? Artinya, kalian harus bersungguh-sungguh bersama dengan Allah membangun perkawinan, karena perkawinanmu Allah lah yang menghendaki.”

Kedua, pernikahan katolik itu nikmaT. Kenikmatan pernikahan Katholik terletak pada kerelaan saling memberi dan menerima. Kenikmatan pernikahan katholik terletak pada kebahagian suami-istri, bukan karena harta, kekayaan dan sebagainya, tapi karena cinta yang kalian rasakan!!”

“Yang terakhir, pernikahan Katholik itu gawaT. Kenapa gawaT?  Karena perkawinan itu bersifat monogam, satu tok til!!”

Sebuah kotbah yang sangat bermakna..awesomeMerangkum semua hal yang menjadi tugas dan taggung jawab suami maupun istri dalam mengarahkan bahtera rumah tangga mengarungi samudera kehidupan yang kadang kejam. Ah, coba semua pastor punya kemampuan kotbah seperti itu, saya jamin tiap minggu, gereja akan penuh sesak.

“sayang..” suara Evi tiba-tiba membuyarkan lamunan saya. “Kira-kira kapan Mas Romo sampai di Prancis?”

“uhmmm, besok pagi…” saya sok tahu. Saya juga tidak tahu pasti berapa lama waktu perjalanan dari Indonesia ke Perancis. 15 jam mungkin? entahlah....

Malam kian larut. Sebelum beristirahat untuk mengumpulkan tenaga buat hari esok. Kami berdua sempatkan diri berdo’a sebentar. Ada ujud khusus malam ini. Sebuah permohonan agar Mas Romo sampai dengan selamat di tempat barunya. Semoga Mas Romo selalu teguh dengan panggilannya… dan semoga Mas Romo bisa menyesuaikan diri dengan orang-orang Perancis yang pada umumnya hanya mau berbahasa Perancis.

Saya tetap terjaga, hingga dua jam ke depan, untuk menulis cerita ini. Sesekali saya menengok Evi yang tertidur tenang sekali.  I wonder what she is dreaming now..

Masku Romo…Mas kita Romo..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Koes Hendratmo pake Jas Songke....

The Godfathers