kebohongan kelompok Anti Rokok (2)

Terdapat ribuan artikel mengenai merokok dan kecanduan yang diterbitkan pada berbagai situs maupun blog, maupun pada media konvensional seperti surat kabar dn majalah. Hal ini sebenarnya sulit untuk dibahas, lantaran tidak ada lagi definisi yang sebenarnya mengenai kecanduan. Arti kecanduan telah menjadi agak kabur, kehilangan makna sebenarnya, dengan parameter yang tampaknya berubah sesuai kesempatan.

John Banzhaf, salah satu ‘imam besar’ kelompok anti rokok, telah memberi wejangan bahwa merokok tidak menyebabkan kecanduan. Ia mengklaim, yang menyebabkan kecanduan adalah nikotin. Karena pecandu nikotin bisa mendapatkannya dari sejumlah sumber atau sistem pengiriman, termasuk patch, permen karet atau rokok elektronik, maka merokok hanya menjadi salah satu pilihan.

Dan jika merokok adalah pilihan, maka menjadi adil dan wajar untuk mendiskriminasikan perokok dengan antara lain menolak perawatan medis.

Aktivis anti rokok lainnya, Michael Siegel, mengambil pengecualian terkait pendapat Banzhaf itu. Ia mengklaim bahwa merokok memang merupakan kecanduan, perokok membutuhkan merokok karena mereka berada di bawah pengaruh nikotin.

Perhatian utama Siegel adalah, jika merokok dipandang sebagai pilihan ketimbang kecanduan, maka tindakan hukum terhadap perusahaan tembakau, yang tergantung pada proposisi bahwa orang tidak berhenti karena mereka tidak bisa, menjadi yang jauh lebih sulit . Anggapan bahwa perusahaan tembakau memaksa perokok untuk menggunakan produk mereka dengan membuat ketagihan menjadi argumen yang agak mengada-ada.

Jika nikotin bersifat kecanduan, dan ada sumber-sumber lain nikotin yang tersedia, maka kasus terhadap perusahaan tembakau akan hilang bersama kepulan asap. Strategi anti rokok yang melukiskan perokok sebagai korban tak berdaya perusahaan tembakau besar akan berantakan dan perokok menjadi penulis kemalangan mereka sendiri.

Di Amerika Serikat, patch tersedia dengan resep pada tahun 1992, dan mulai dijual bebas pada tahun 1996. Alternatif sistem pengiriman nikotin lainnya telah dikembangkan dan dipasarkan sejak saat itu. Jadi, jika nikotin bersifat adiktif, maka maksud Banzhaf menjadi jelas. Para perokok memiliki akses yang cukup untuk pasokan alternatif nikotin. Selain itu, saat ini terdapat sejumlah produk tembakau yang relatif lebih aman tersedia, termasuk rokok elektronik dan snus. Plug (mengunyah tembakau), cerutu dan pipa yang juga telah terbukti kurang berbahaya dibandingkan dengan rokok.

Jadi, apakah  merokok atau nikotin secara tepat dianggap sebagai kecanduan?

Meninjau statistik prevalensi merokok dari laporan terakhir health’s Canada SAMMEC, ditemukan bahwa 44% dari Kanada yang berusia di atas lima belas (sekitar 8 juta) adalah mantan perokok. Jadi, jika merokok atau nikotin adalah kecanduan, jelas tidak membutuhkan usaha keras untuk berhenti. Tentu saja ini berarti rokok tidak dapat disejajarkan dengan heroin atau kecanduan kokain

Klaim kelompok anti rokok yang menunjukkan 75% atau 80% atau 120% perokok ingin berhenti, tetapi hanya tidak bisa karena kecanduan, tidak lebih dari omong kosong. Jika mereka benar-benar ingin berhenti, mereka akan bergabung dengan 8 juta warga Kanada yang sudah melakukannya.

Kita kini harus mengandalkan akal sehat untuk membedakan antara kecanduan dan kebiasaan. Sebagai contoh, jika seseorang kehabisan merokok dan mengetuk pintu tetangga untuk meminta barang sebatang, orang tersebut memenuhi kebiasaannya. Jika orang itu menendang pintu, memukuli kepala tetangganya itu dengan benda tumpul untuk mendapatkan rokok, ia boleh dianggap kecanduan.

Contoh di atas dapat dianggap sebagai analogi sederhana, tetapi definisi ilmiah(medis) mengenai kecanduan telah menjadi tidak berarti. Kini kecanduan telah dianggap sebagai semacam lelucon dengan terus bertambahnya daftar kecanduan setiap hari antara lain kecanduan cokelat, kecanduan sex, Big Mac, game komputer dan masih banyak lagi.

Tidak ada dua orang yang sama. Seperti sidik jari mereka, setiap individu adalah unik. Beberapa akan memiliki waktu yang jauh lebih sulit untuk berhenti kebiasaan merek daripada yang lain. Tapi, itu tidak membuat mereka kecanduan. Beberapa orang akan menggunakan kecanduan sebagai alasan untuk tidak menghentikan kebiasaan, tapi itu hanya sebagai kemungkinan bahwa mereka belum benar-benar membuat komitmen yang diperlukan untuk berhenti merokok. Karena, jauh di lubuk hati, mereka tidak benar-benar ingin berhenti merokok atau makan coklat atau main game atau apapun yang diklaim sebagai kecanduan itu.

Jadi, tampak bahwa salah satu faksi anti rokok ingin menuding nikotin sebagai pelakunya. Dengan cara itu mereka dapat melobi pemerintah untuk mempromosikan NRT (Nicotine Replacement Therapy) sebagai obat untuk "ketergantungan nikotin" dan memberikan NRT gratis bagi jiwa-jiwa miskin tak berdaya yang, menurut orang-orang fanatik itu, hanya tidak bisa berhenti dengan cara lain. Dengan demikian, penjualan NRT yang lebih banyak akan menghasilkan guratan senyum di wajah pendukung keuangan mereka dalam industri farmasi.

Selain itu, jika nikotin bersifat kecanduan, mereka dapat terus menyerang segala bentuk pengiriman nikotin dari alternatif produk tembakau seperti rokok elektronik dan snus. Untuk para anti rokok, nikotin farmasi adalah satu-satunya bentuk nikotin yang dapat diterima.

Kelompok anti rokok menginginkan tindakan merokok itu sendiri diidentifikasi sebagai kecanduan. Hal ini akan mengarah ke tindakan hukum yang lebih terhadap serigala jahat, julukan yang mereka sematkan pada industri tembakau. Mereka dapat melanjutkan sandiwara bahwa perokok, karena kecanduan mereka, tidak mampu memilih dengan bebas.


Meskipun dibangun sesuai dengan definisi klasik tentang kecanduan, keduanya sama-sama merugikan untuk perokok yang sebenarnya ingin berhenti. Orang-orang sedang diyakinkan oleh kaum fanatik anti rokok bahwa usaha mereka untuk berhenti merokok akan sia-sia tanpa intervensi dari para fanatik itu, bahwa jalan menuju keselamatan hanya dengan mengikuti perintah dari Gereja Kudus Anti-Rokok.(fightingantismokerstyranny.blogspot.com)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Koes Hendratmo pake Jas Songke....

The Godfathers