Menemukan Sang Pahlawan

Ini adalah sebuah cerita fiksi.....





1
 
Rasa pening yang amat sangat membuat kepalaku serasa mau pecah. Dalam hati aku meracau, menguntuki para ilmuwan yang telah menciptakan mesin MR Time Discovery 3600 ini. Sial… kenapa mereka selalu lupa untuk menghilangkan shock effect  yang ditimbulkan mesin ini pada penumpangnya kala melayari waktu? Rasa takjubku  pada kejeniusan mereka memecahkan rahasia mekanika kuantum sehingga memungkinkan perjalanan waktu tanpa paradoks lenyap begitu saja karena “kesalahan” kecil itu. Kaleng ini tidak sesempurna sebagaimana yang digembar-gemborkan wartawan di halaman pertama surat kabar mereka. Rasa sakit ini betul-betul menyisaku. Bagaimana bisa aku bekerja dengan pusing seperti ini? Mengajukan protes kepada para ilmuwan gila itu adalah hal pertama yang bakal aku lakukan sekembalinya dari sini..

Lihat saja…
Kulirik layar display 12 inchi yang tertanam di dashboard kabin mesin dengan enggan. Sebuah informasi singkat terpampang disana. 

Description----------------------------

Time                                                    : 06:23 pm, January 12nd, 1906
Location                                             : Earth/Asia-southeast/
                                                               Indonesia/Province:NTT/
                                                               Disctrict:Manggarai/Subdistrict:Copu-------
Virtual Coordinat loc..                     : 118cc-83277 SN 55o1904840c
Time remaining                                : 2:45:23

-------------------------------click menu  button for showing  location preview------------------------

Sisa waktu 2 jam 45 menit membuatku tertegun dan bergegas beranjak keluar dari kabin mesin yang didisain cukup  ditumpangi dua orang itu. Sakit kepala yang hebat telah membuatku menyia-nyiakan 15 menit yang sangat berharga.  Namun pemandangan yang terhampar di depan membuat aku terperangah tak percaya. Pekatnya malam melingkupi hamparan semak belukar yang tumbuh diantara pohon-pohon raksasa membuat nyaliku semakin ciut saja. Aku hampir tidak bisa melihat apa-apa di sekitarku. Kubiarkan cahaya lampu dari dalam kabin  keluar dari celah pintu.  Dengan begitu aku menjejak tanah.
                         
Kali ini giliran Chief yang aku kutuki habis-habisan. Ambisinya yang besar untuk menguak rahasia-rahasia sejarah di setiap lembar jurnal kontroversialnya telah melemparku di negeri antah berantah ini.

“Ingat, waktumu hanya 2 jam di sana. DUA JAM! Dan aku tidak mau kesalahan setahun lalu terulang kembali. Jika deadline waktu tak dapat kau penuhi, you know what you should do…” suara Chief meluncur bagai peluru es menghujam tepat hingga membuatku beku seketika, sedingin ruangan kerjanya yang bergaya Victoria lengkap dengan nyala lampu temeram itu.

Aku diam saja, berdiri mematung di sudut meja lebar Chief yang dipenuhi perkakas antik dari berbagai jaman.

“100 miliar sudah kuhabiskan untuk proyek ini, belum lagi para donator dari luar negeri yang menaruh harapan pada keberhasilanmu.. Jangan kau kecewakan mereka,”

Menggunakan kemampuan MR Time Discovery 3600 untuk menjelajahi waktu  memang bukan perkara gampang. Mesin masih berupa prototype dan nampaknaya akan selalu seperti itu. selain itu, sedikit saja melakukan kesalahan, engkau akan kembali ke dunia yang sama sekali lain dengan yang sebelumnya engkau tinggalkan. Persis seperti teori Butterfly Effect yang mengungkapkan kepakan seekor kupu-kupu di belantara Amazon bisa menyebabkan badai topan di belahan bumi lain. Berlebihan memang, tapi hukum itu berlaku saat engkau mencoba menjelajahi waktu tanpa pertimbangan segala sesuatunya dengan matang. Itu sebabnya keberhasilan ilmuwan C.E.R.N di Jenewa tiga tahun lalu mneciptakan blackhole yang menjadi dasar pengungkapan rahasia menjelajahi mendapat begitu tentangan dari banyak pihak. Apalagi saat mengetahui bahwa mereka telah berhasil  mengaplikasikannya dalam sebuah mesin yang dapat membawamu “kemana”pun engkau mau. Protes dan demonstrasi di berbagai negara terjadi tujuh minggu berturut-turut pasca pernyataan para ilmuwan tersebut. Meski juru bicara lembaga riset itu telah menyatakan bahwa pihaknya telah mnandatangi perjanjian bahwa hasil penemuan mereka tidak akan digunakan untuk tujuan komersil, ataupun kepentingan lain di luar ilmu pengetahuan, tampaknya situasi tidak mereda. Hingga saat ini, tak kurang dari 300 LSM telah memberi protes resmi kepada PBB agar C.E.R.N tidak boleh lagi beroperasi.

“Esok adalah hari penting bagimu, pulang dan ajaklah istrimu makan malam di luar, karena mungkin saja setelah ini kau takkan bertemu lagi dengannya,” ucapan Chief menohok tepat di dadaku. Urat kepalaku serasa menggembung oleh aliran kemarahan. Namun Chief bicara terus terang. Aku sudah terlanjur menyetujui segala risiko yang mungkin terjadi nanti, termasuk kehilangan nyawa sekalipun. Ah.. penyesalan selalu datang belakangan.

“Satu lagi,” suara rendahnya membuatku tertahan di pintu keluar. “Misimu adalah menguak sejarah, bukan mengacaukannya… semoga berhasil..”

Perkataan  sang Chief lebih terdengar sebuah peringatan ketimbang briefing. Wajar memang, sebuah peristiwa setahun lalu membuat ia terpaksa menjual tiga anak perusahaan penerbit buku yang dimilikinya demi membekap mulut segelintir aparat pemerintah agar berkoar-koar kepada media mengenai aktifitas rahasia yang dilakukan Chief sejak penemuan mesin waktu. Kesalahan Lexi, seorang agen terdahulu, dalam perjalanannya kembali ke 120 juta tahun lalu hampir-hampir membuat komodo tidak pernah eksis di muka bumi. Secara tak sengaja, dalam misinya mencari tahu asal muasal  keberadaan binatang endemic  di wilayah barat Flores, agen tolol itu menembak habis sekawanan kadal kecil yang sedang asyik menggerogoti makan siangnya. Yang tidak ia sadari, apa yang tengah ia basmi saat itu adalah purwa rupa hewan yang jadi kebanggaan dunia di masa depan. Akibatnya,  secara rahasia pemerintah terpaksa turun tangan dengan mengambil DNA dari bangkai binatang itu untuk direkayasa kembali membentuk individu yang sama. Jadilah komodo yang kita lihat sekarang.

Kini, sang Chief terus dihantui bayang-bayang kegagalanya. Belum lagi secara regular ia harus memasukkan sejumlah uang ke rekening beberapa aparat pemerintah yang tak pernah henti menggerogotinya. Sementara Lexi, si biang onar, juga tidak mendapat hukuman apa-apa atas kesalahan fatal yang pernah dilakukannya. Chief memang angkuh dan ambisius, tapi kejam bukanlah wataknya. Lexi kini bisa menikmati pension dininya dengan mewah setelah Chief menghadiahkannya sebuah Bungalow  yang berdiri mewah di kompleks villa yang terletak di sebelah utara kota Ruteng. Padahal, Chief bisa saja menyewa seseorang untuk menghabisi Lexi agar tidak buka mulut kepada media. Namun itu tidak dilakukannya.  
to be continued............

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Koes Hendratmo pake Jas Songke....

The Godfathers