Cintaku pada Wendy Melampaui Waktu

Ilustrasi. (Foto: Elements Envato)


Aku tahu Wendy sedang sedih. Bukan sekadar karena melihat wajahnya yang muram, tapi kami berdua seolah terhubung secara kosmis oleh benang-benang yang tak kelihatan sehingga menjadi satu jiwa.

Kegembiraan yang dirasakan Wendy seperti sentakan listrik yang seketika membuat aku turut berbunga-bunga. Sebaliknya, pedih yang ia alami turut mengiris-iris hatiku, seperti yang terjadi saat ini.

Semalam kuperhatikan ia duduk di tempat tidurnya hingga larut. Kedua mata Wendy begitu tertuju pada benda bernama ponsel di genggamannya. Ia bahkan tidak menyadari saat aku melangkah masuk ke kamar dan duduk di ujung ranjang.

Matanya sudah sembab, tapi tak henti mengeluarkan air yang menganak sungai membasahi pipinya yang lembut dan kenyal. Ya, aku tahu pipinya begitu halus karena beberapa kali ia biarkan kusentuh. Kedua pipi itu adalah bagian tubuh Wendy yang jadi favoritku selain jemarinya. Dan oh, kedua betisnya juga begitu lembut, seolah tak ada otot di dalamnya.

Melihat Wendy yang menangis tanpa suara, aku jadi benci sekali dengan benda berpendar di tangannya itu. Kepedihan apa yang dipancarkannya sehingga membuat Wendy-ku terisak berjam-jam lamanya? Aku coba bertanya, tapi Wendy hanya menyunggingkan sedikit bibirnya membentuk sebuah senyum yang terpaksa. Jemarinya membelai sebentar kepalaku lalu kembali menekuni ponsel itu.

Aku sadar, Wendy tak ingin diganggu. Jadi kuputuskan untuk pergi saja dari kamarnya. Malam itu, aku meringkuk sendirian di sofa dekat televisi. Namun tentu saja aku tak bisa tidur, bukan karena kehilangan rasa nyaman bersembunyi di balik selimut tebal kami berdua. Namun karena rasa pedih yang Wendy rasakan turut membuatku tersiksa.

BACA JUGA: Sokoke itu kunamai Si  Bengal

Pagi ini aku bangun dengan terkejut oleh suara teriakan Wendy dari kamar. Aku melompat dari sofa dan berlari menuju kamar. Kulihat Wendy sedang bicara dengan ponselnya.

Wajahnya menegang, dan lidah-lidah api seolah keluar dari matanya. Kini aku merasakan kemarahan yang amat sangat. Ada letupan-letupan dalam hatiku, dendam membara yang menunggu untuk meledak. Aku gentar, tak menyangka Wendy memilki rasa murka seperti itu.

Ia terus berteriak pada benda yang menempel pada telinganya itu. Terus saja begitu hingga hal tak terduga itu terjadi. Benda berpendar itu ia lemparkan ke dinding hingga pecah menjadi beberapa bagian.

Aku senang melihat ponsel itu hancur. Dengan begitu, Wendy tidak akan marah lagi. Namun bahagiaku itu hanya sekelebat karena kulihat Wendy bergerak ke arah jendela. Seiring langkah kaki Wendy, perasaan yang kuat menjalari seluruh tubuhku.. Sebuah rasa putus asa, begitu menyakitkan hingga membuat ngilu

Wendy mendorong daun jendela, membukanya selebar mungkin sebelum mulai memanjatinya. Sedetik kemudian, ia sudah menjongkok di ambang jendela. Aku merasakan kekuatan asing yang memenuhi rongga dadaku. Ada ketakutan yang bercampur baur dengan kesumat. Rasanya tak bisa kutanggung, begitu mengerikan.

Belum sempat kutelaah perasaan asing itu, kulihat Wendy mendorong tubuhnya sekuat tenaga. Aku mengeong dengan keras untuk mencegah, tapi terlambat. Sejenak kurasakan perasaan mengambang lalu tiba-tiba tawar seiring bunyi gedebuk yang keras di luar sana.

Beberapa saat kemudian…

Aku meniti tangga dengan tergesa. Untung saja aku dianugerahi kegesitan yang luar biasa sehingga dengan mudahnya melompati turun tangga itu agar cepat sampai di bawah. Namun langkah kakiku terhenti karena pintu kaca tebal di ujung tangga tertutup rapat dan rasanya tak mungkin untuk kubuka, sekuat apapun aku mencoba.

Dari balik pintu aku melihat sosok yang terbaring di jalanan - itu adalah Wendy-ku. Sementara banyak orang yang berdiri mengelilinginya, tak satupun berniat menolong. Mereka hanya mengarahkan ponsel padanya dengan muka kecut.

BACA JUGA: Rintihan mengerikan dari Dalam Headsetku

Aku melihat pemandangan itu dengan nanar, sebelum sebuah kekuatan aneh menyuruhku menoleh ke belakang. Di situ, di ujung tangga, kulihat Wendy duduk sambil memandangiku dengan mata berbinar dan senyum mengembang.

Wendy semakin cantik karena seluruh tubuhnya mengeluarkan cahaya lembut dalam gaun putih transparan itu. Seketika itu, sebentuk kedamaian bertunas dalam hatiku. Rasanya begitu nyaman dan memancarkan kehangatan yang mulai menjalari hingga ke ujung bulu-buluku

"Mari kembali ke atas, Kitty," ucap Wendy sambil mengulurkan tangannya.

Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku memahami bunyi yang keluar dari mulut Wendy. Lalu kusadari, cinta kami akan mengabadi melampaui waktu.(*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Koes Hendratmo pake Jas Songke....

Proyek "Motang Rua"

The Godfathers