The Godfathers

Bagi orang Indonesia khususnya mereka yang tinggal di Jakarta, nama Hercules atau John Key lekat dengan dunia premanisme. Melihat track record masing-masing, rasanya tidak berlebihan kalau Hercules maupun John Key dijuluki The Godfather-nya Indonesia. Lantas bagaimana sepak terjang kedua orang ini dalam menguasai dunia premanisme di Jakarta? Berikut beberapa artikel menarik yang mengulas Hercules dan John Key.

John Kei vs Hercules (Kisah Dua Pendekar Metropolitan)

Jhon Refra Kei
Jhon Refra Kei atau yang biasa disebut Jhon Kei, tokoh pemuda asal Maluku yang lekat dengan dunia kekerasan di Ibukota. Namanya semakin berkibar ketika tokoh pemuda asal Maluku Utara pula, Basri Sangaji meninggal dalam suatu pembunuhan sadis di hotel Kebayoran Inn di Jakarta Selatan pada 12 Oktober 2004 lalu. Padahal dua nama tokoh pemuda itu seperti saling bersaing demi mendapatkan nama lebih besar. Dengan kematian Basri, nama Jhon Kei seperti tanpa saingan. Ia bersama kelompoknya seperti momok menakutkan bagi warga di Jakarta.
 
Untuk diketahui, Jhon Kei merupakan pimpinan dari sebuah himpunan para pemuda Ambon asal Pulau Kei di Maluku Tenggara. Mereka berhimpun pasca-kerusuhan di Tual, Pulau Kei pada Mei 2000 lalu. Nama resmi himpunan pemuda itu Angkatan Muda Kei (AMKEI) dengan Jhon Kei sebagai pimpinan. Ia bahkan mengklaim kalau anggota AMKEI mencapai 12 ribu orang.
 
Lewat organisasi itu, Jhon mulai mengelola bisnisnya sebagai debt collector alias penagih utang.Usaha jasa penagihan utang semakin laris ketika kelompok penagih utang yang lain, yang ditenggarai pimpinannya adalah Basri Sangaji tewas terbunuh. Para ‘klien’ kelompok Basri Sangaji mengalihkan ordernya ke kelompok Jhon Kei. Aroma menyengat yang timbul di belakang pembunuhan itu adalah persaingan antara dua kelompok penagih utang.
 
Bahkan pertumpahan darah besar-besaran hampir terjadi tatkala ratusan orang bersenjata parang, panah, pedang, golok, celurit saling berhadapan di Jalan Ampera Jaksel persis di depan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada awal Maret 2005 lalu. Saat itu sidang pembacaan tuntutan terhadap terdakwa pembunuhan Basri Sangaji. Beruntung 8 SSK Brimob Polda Metro Jaya bersenjata lengkap dapat mencegah terjadinya bentrokan itu.
 
Sebenarnya pembunuhan terhadap Basri ini bukan tanpa pangkal, konon pembunuhan ini bermula dari bentrokan antara kelompok Basri dan kelompok Jhon Keidi sebuah Diskotik Stadium di kawasan Taman Sari Jakarta Barat pada 2 Maret 2004 lalu. Saat itu kelompok Basri mendapat ‘order’ untuk menjaga diskotik itu. Namun mendadak diserbu puluhan anak buah Jhon Kei Dalam aksi penyerbuan itu, dua anak buah Basri yang menjadi petugas security di diskotik tersebut tewas dan belasan terluka.
 
Polisi bertindak cepat, beberapa pelaku pembunuhan ditangkap dan ditahan. Kasusnya disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Namun pada 8 Juni di tahun yang sama saat sidang mendengarkan saksi-saksi yang dihadiri puluhan anggota kelompok Basri dan Jhon Kei meletus bentrokan. Seorang anggota Jhon Kei yang bernama Walterus Refra Kei alias Semmy Kei terbunuh di ruang pengadilan PN Jakbar. Korban yang terbunuh itu justru kakak kandung Jhon Key, hal ini menjadi salah satu faktor pembunuhan terhadap Basri, selain persaingan bisnis juga ditunggangi dendam pribadi.
Pada Juni 2007 aparat Polsek Tebet Jaksel juga pernah meminta keterangan Jhon Keimenyusul bentrokan yang terjadi di depan kantor DPD PDI Perjuangan Jalan Tebet Raya No.46 Jaksel. Kabarnya bentrokan itu terkait penagihan utang yang dilakukan kelompok Jhon Keiterhadap salah seorang kader PDI Perjuangan di kantor itu. Bukan itu saja, di tahun yang sama kelompok ini juga pernah mengamuk di depan Diskotik Hailai Jakut hingga memecahkan kaca-kaca di sana tanpa sebab yang jelas.



Sebuah sumber dari seseorang yang pernah berkecimpung di kalangan jasa penagihan utang menyebutkan, Jhon Kei dan kelompoknya meminta komisi 10 persen sampai 80 persen. Persentase dilihat dari besaran tagihan dan lama waktu penunggakan. “Tapi setiap kelompok biasanya mengambil komisi dari kedua hal itu,” ujar sumber tersebut.
 
Dijelaskannya, kalau kelompok John, Sangaji atau Hercules yang merupakan 3 Besar Debt Collector Ibukota biasanya baru melayani tagihan di atas Rp 500 juta. Menurutnya, jauh sebelum muncul dan merajalelanya ketiga kelompok itu, jasa penagihan utang terbesar dan paling disegani adalah kelompok pimpinan mantan gembong perampok Johny Sembiring, kelompoknya bubar saat Johny Sembiring dibunuh sekelompok orang di persimpangan Matraman Jakarta Timur tahun 1996 lalu.
 
Kalau kelompok tiga besar itu biasa main besar dengan tagihan di atas Rp 500 juta’an, di bawah itu biasanya dialihkan ke kelompok yang lebih kecil. Persentase komisinya pun dilihat dari lamanya waktu nunggak, semakin lama utang tak terbayar maka semakin besar pula komisinya,” ungkap sumber itu lagi.Dibeberkannya, kalau utang yang ditagih itu masih di bawah satu tahun maka komisinya paling banter 20 persen. Tapi kalau utang yang ditagih sudah mencapai 10 tahun tak terbayar maka komisinya dapat mencapai 80 persen.
 
Bahkan menurut sumber tersebut, kelompok penagih bisa menempatkan beberapa anggotanya secara menyamar hingga berhari-hari bahkan berminggu-minggu atau berbulan-bulan di dekat rumah orang yang ditagih. “Pokoknya perintahnya, dapatkan orang yang ditagih itu dengan cara apa pun,” ujarnya.
Saat itulah kekerasan kerap muncul ketika orang yang dicari-carinya apalagi dalam waktu yang lama didapatkannya namun orang itu tak bersedia membayar utangnya dengan berbagai dalih. “Dengan cara apa pun orang itu dipaksa membayar, kalau perlu culik anggota keluarganya dan menyita semua hartanya,” lontarnya.
 
Dilanjutkannya, ketika penagihan berhasil walaupun dengan cara diecer alias dicicil, maka saat itu juga komisi diperoleh kelompok penagih. “Misalnya total tagihan Rp 1 miliar dengan perjanjian komisi 50 persen, tapi dalam pertemuan pertama si tertagih baru dapat membayar Rp 100 juta, maka kelompok penagih langsung mengambil komisinya Rp 50 juta dan sisanya baru diserahkan kepada pemberi kuasa. Begitu seterusnya sampai lunas. Akhirnya walaupun si tertagih tak dapat melunasi maka kelompok penagih sudah memperoleh komisinya dari pembayaran-pembayaran sebelumnya,”
 
Dalam ‘dunia persilatan’ Ibukota, khususnya dalam bisnis debt collector ini, kekerasan kerap muncul diantara sesama kelompok penagih utang. Ia mencontohkan pernah terjadi bentrokan berdarah di kawasan Jalan Kemang IV Jaksel pada pertengahan Mei 2002 silam, dimana kelompok Basri Sangaji saat itu sedang menagih seorang pengusaha di rumahnya di kawasan Kemang itu, mendadak sang pengusaha itu menghubungi Hercules yang biasa ‘dipakainya’ untuk menagih utang pula.
 
“Hercules sempat ditembak beberapa kali, tapi dia hanya luka-luka saja dan bibirnya terluka karena terserempet peluru. Dia sempat menjalani perawatan cukup lama di sebuah rumah sakit di kawasan Kebon Jeruk Jakbar. Beberapa anak buah Hercules juga terluka, tapi dari kelompok Basri seorang anak buahnya terbunuh dan beberapa juga terluka,” tutupnya.
 
Selain jasa penagihan utang, kelompok Jhon Kei juga bergerak di bidang jasa pengawalan lahan dan tempat. Kelompok Jhon Kei semakin mendapatkan banyak ‘klien’ tatkala Basri Sangaji tewas terbunuh dan anggota keloompoknya tercerai berai. Padahal Basri Sangaji bersama kelompoknya memiliki nama besar pula dimana Basri CS pernah dipercaya terpidana kasus pembobol Bank BNI, Adrian Waworunto untuk menarik aset-asetnya. Tersiar kabar, Jamal Sangaji yang masih adik sepupu Basri yang jari-jari tangannya tertebas senjata tajam dalam peristiwa pembunuhan Basri menggantikan posisi Basri sebagai pimpinan dengan dibantu adiknya Ongen Sangaji.
 
Kelompok Jhon Kei pernah mendapat ‘order’ untuk menjaga lahan kosong di kawasan perumahan Permata Buana, Kembangan Jakarta Barat. Namun dalam menjalankan ‘tugas’ kelompok ini pernah mendapat serbuan dari kelompok Pendekar Banten yang merupakan bagian dari Persatuan Pendekar Persilatan Seni Budaya Banten Indonesia (PPPSBBI).
 
Sekedar diketahui, markas dan wilayah kerja mereka sebetulnya di Serang dan areal Provinsi Banten. Kepergian ratusan pendekar Banten itu ke Jakarta untuk menyerbu kelompok Jhon Kei pada 29 Mei 2005 ternyata di luar pengetahuan induk organisasinya. Kelompok penyerbu itu pun belum mengenal seluk-beluk Ibukota.
 
Akibatnya, seorang anggota Pendekar Banten bernama Jauhari tewas terbunuh dalam bentrokan itu. Selain itu sembilan anggota Pendekar Banten terluka dan 13 mobil dirusak. 3 SSK Brimob PMJ dibantu aparat Polres Jakarta Barat berhasil mengusir kedua kelompok yang bertikai dari areal lahan seluas 5.500 meter persegi di Perum Permata Buana Blok L/4, Kembangan Utara Jakbar. Namun buntut dari kasus ini, Jhon Kei hanya dimintakan keterangannya saja.
 
Sebuah sumber dari kalangan ini mengatakan kelompok penjaga lahan seperti kelompok Jhon Kei biasanya menempatkan anggotanya di lahan yang dipersengketakan. Besarnya honor disesuaikan dengan luasnya lahan, siapa pemiliknya, dan siapa lawan yang akan dihadapinya.
 
“Semakin kuat lawan itu, semakin besar pula biaya pengamanannya. Kisaran nominal upahnya, bisa mencapai milyaran rupiah. Perjanjian honor atau upah dibuat antara pemilik lahan atau pihak yang mengklaim lahan itu milikya dengan pihak pengaman. Perjanjian itu bisa termasuk ongkos operasi sehari-hari bisa juga diluarnya, misalnya untuk sebuah lahan sengketa diperlukan 50 orang penjaga maka untuk logistik diperlukan Rp 100 ribu per orang per hari, maka harus disediakan Rp 5 juta/hari atau langsung Rp 150 juta untuk sebulan.
Selain pengamanan lahan sengketa, ada pula pengamanan asset yang diincar pihak lain maupun menjaga lokasi hiburan malam dari ancaman pengunjung yang membikin onar maupun ancaman pemerasan dengan dalih ‘jasa pengamanan’ oleh kelompok lain, walau begitu tapi tetap saja mekanisme kerja dan pembayarannya sama dengan pengamanan lahan sengketa.


Hercules, Sang Penguasa Tanah Abang
Ia merupakan seorang pejuang yang pro terhadap NKRI ketika terjadi ketegangan Timor-timur sebelum akhirnya merdeka pada tahun 1999. Maka tak salah jika sosoknya yang begitu berkarisma ia dipercaya memegang logistik oleh KOPASUS ketika menggelar operasi di Tim-tim.
 
Namun nasib lain hinggap pada dirinya, musibah yang dialaminya di Tim-tim kala itu memaksa dirinya menjalani perawatan intensif di RSPAD Jakarta. Dan dari situlah perjalanan hidupnya menjadi Hercules yang di kenal sampai sekarang, ia jalani.
  
Hidup di Jakarta tepatnya di daerah Tanah Abang yang terkenal dengan daerah ‘Lembah Hitam’, seperti diungkapkan Hercules daerah itu disebutnya sebagai daerah yang tak bertuan, bahkan setiap malamnya kerap terjadi pembacokan dan perkelahian antar preman.
 
Hampir setiap malam pertarungan demi pertarungan harus dia hadapi. “Waktu itu saya masih tidur di kolong-kolong jembatan. Tidur ngak bisa tenang. Pedang selalu menempel di badan. Mandi juga selalu bawa pedang. Sebab setiap saat musuh bisa menyerang,” ungkapnya.

Hercules Rosario de Marshal alias Hercules
Rasanya tidak percaya Hercules preman yang paling ditakuti, setidaknya di kawasan Pasar Tanah Abang, Jakarta. Tubuhnya tidak begitu tinggi. Badannya kurus. Hanya tangan kirinya yang berfungsi dengan baik. Sedangkan tangan kananya sebatas siku menggunakan tangan palsu. Sementara bola mata kanannya sudah digantikan dengan bola mata buatan.
 
Tapi setiap kali nama Hercules disebut, yang terbayang adalah kengerian. Banyak sudah cerita tentang sepak terjang Hercules dan kelompoknya. Sebut saja kasus penyerbuan Harian Indopos gara-gara Hercules merasa pemberitaan di suratkabar itu merugikan dia. Juga tentang pendudukan tanah di beberapa kawasan Jakarta yang menyebabkan terjadi bentrokan antar-preman.
 
Tak heran jika bagi warga Jakarta dan sekitarnya, nama Hercules identik dengan Tanah Abang.Meski tubuhnya kecil, nyali pemuda kelahiran Timtim (kini Timor Leste) ini diakui sangat besar. Dalam tawuran antar-kelompok Hercules sering memimpin langsung. Pernah suatu kali dia dijebak dan dibacok 16 bacokan hingga harus masuk ICU, tapi ternyata tak kunjung tewas. Bahkan suatu ketika, dalam suatu perkelahian, sebuah peluru menembus matanya hingga ke bagian belakang kepala tapi tak juga membuat nyawa pemuda berambut keriting ini tamat. Ada isu dia memang punya ilmu kebal yang diperolehnya dari seorang pendekar di Badui Dalam.
 
Ternyata, di balik sosok yang menyeramkan ini, ada sisi lain yang belum banyak diketahui orang. Dalam banyak peristiwa kebakaran, ternyata Hercules menyumbang berton-ton beras kepada para korban. Termasuk buku-buku tulis dan buku pelajaran bagi anak-anak korban kebakaran. Begitu juga ketika terjadi bencana tsunami di beberapa wilayah, Hercules memberi sumbangan beras dan pakaian.
 
Bahkan juga bantuan bahan bangunan dan semen untuk pembangunan masjid-masjid. Sisi lain yang menarik dari Hercules adalah kepeduliannya pada pendidikan. “Saya memang tidak tamat SMA. Tapi saya menyadari pendidikan itu penting,” ujar ayah tiga anak ini.
 
Maka jangan kaget jika Hercules menyekolahkan ketiga anaknya di sebuah sekolah internasional yang relatif uang sekolahnya mahal. Bukan Cuma itu, ketika Lembaga Pendidikan Kesekretarisan Saint Mary menghadapi masalah, Hercules ikut andil menyelesaikannya, termasuk menyuntikan modal agar lembaga pendidikan itu bisa terus berjalan dan berkembang. sumber

Hercules itu Preman Cerdas

 

Banyak orang yang bilang kalau sebenarnya mereka lebih takut kepada preman daripada polisi. Saya gak mau mendebat cara pemikiran mereka lebih takut siapa. Sebenarnya di negara kita istilah preman jauh lebih popular dari istilah gangster atau mafia. Semua datang ke ibukota karena Jakarta merupakan magnet besar yang menyedot banyak orang untuk datang. Gak peduli punya ijazah atau tanpa ijazah cuma modal nekat bayak orang dari daerah kemudian mengadu peruntungan di kerasnya kehidupan ibukota. Sasarannya jelas duit di Jakarta sangat banyak dan persaingan di Ibukota membuka orang-orang keras dan berjiwa keras untuk menjamahnya. 

Seperti sudah diketahui, dalam bisnis pembebasan lahan, bisnis jasa keamanan, bisnis debt collector dan bisnis perparkiran hasilnya sangat menggiurkan. Di keempat bisnis ini duit milyaran bisa dengan mudah di dapatkan, modalnya cukup nyali dan keberanian.

Warga ibukota sudah banyak yang mengenal sosok John kei. Nama aslinya John Refra pemuda asal kepulauan Kei di sebelah tenggara Maluku. Bersama keluarga dan pemuda kampungnya John Kei mengorganisir sebuah bisnis jasa keamanan dan penagihan yang cukup besar.Terakhir John Kei tersangkut kasus hukum yang ditahan oleh aparat. Bagi pemuda Maluku Tenggara, John Kei merupakan The Godfather.

Sebelum masa John Kei yang pertama mengguncang ibukota adalah Hercules. Ia semula pemuda Timor yang direkrut Komando Pasukan Khusus, atau Kopassus, pada saat proses integrasi wilayah itu ke Indonesia. Hercules menetap di Jakarta, dan segera merajai dunia para jagoan. Ia menguasai Tanah Abang. Namanya pun selalu dekat dengan kekerasan. Akhirnya pada 1996, ia tak mampu mempertahankan kekuasaannya di pasar terbesar se-Asia Tenggara itu. Kelompoknya dikalahkan dalam pertikaian dengan kelompok Betawi pimpinan Bang Ucu Kambing. Setelah masa Hercules surut, muncul kemudian kelompok kelompok lainnya

DI Indonesia khususnya di ibukota, kelompok preman membentuk jaringannya dengan kultur daerah asal. Hingga muncullah kelompok preman etnis seperti Preman Madura, preman Ambon, preman Flores, Preman Maluku, Preman Banten, Preman Betawi.Tidak jarang karena kepentingan bisnis ini sering terjadi bentrok diantara preman etnis ini.

Saat ini di Indonesia menggejala fenomena preman yang semakin sopan. Bahkan, mereka membentuk wadah organisasi resmi berbadan hukum, yang sekarang lagi trend untuk jasa pengamanan dan gerakan sosial. Mereka nampak belajar bahwa semakin kuat supremasi hukum, maka semakin tersudut mereka, dan semakin tinggi tuntutan penyesuaian diri. Seperti apa yang dilakukan oleh seorang Hercules Rozario Marshal bertransformasi. Dulu ia preman paling ditakuti di seantero Jakarta. Sekarang, Hercules menjadi ikon perubahan bagi dunia preman dengan mendirikan dan menjadi Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Organisasi Kemasyarakatan Gerakan Rakyat Indonesia Baru (GRIB).

Seorang Hercules nampak sigap membaca tanda-tanda zaman. Segera bertobat dan menyesuaikan diri dengan tuntutan keadaan. Era demokrasi dan supremasi hukum menuntut penyesuaian dengan dunia hukum. Inilah contoh preman cerdas. Nah, ini baru preman yang sebenarnya! Preman sejati penuh cinta, sayang keluarga, sayang ibu, peduli sosial, dan nasionalis. Lengkaplah seorang Hercules: nasionalis, bernyali, humanis, dan organisatoris.

Yang terlambat menyesuaikan diri cepat atau lambat akan ditangkap polisi, entah untuk kasus apa. Atau, kalau tidak, si preman akan tewas menggenaskan. Anton Medan dan Hercules terselamatkan dari kematian tragis dengan penyesuaian dan pertobatannya. Sekuat apapun preman, bahkan sekelas organisasi preman terkuat di dunia Yakuza di Jepang dengan anggota ratusan ribu, akan digilas oleh hukum negara dan dunia. Sumber




Hercules, Riwayatmu Kini..

Fenomena preman di Indonesia saya pikir sudah ada sejak lama, dan pemberitaannya makin berkembang pada saat ekonomi semakin sulit dan angka pengangguran semakin tinggi. Akibatnya kelompok masyarakat usia kerja mulai mencari cara untuk mendapatkan penghasilan, biasanya melalui pemerasan dalam bentuk penyediaan jasa yang sebenarnya tidak dibutuhkan. Preman sangat identik dengan dunia kriminal dan kekerasan karena memang kegiatan preman tidak lepas dari kedua hal tersebut.

Bila warga Jakarta mendengar nama Hercules, maka nama tersebut selalu identik dengan kawasan Tanah Abang. Hercules dikenal sebagi preman dan 'penguasa' Jakarta dari balik layar. Di balik cerita-cerita seram mengenai dirinya, jarang yang mengetahui bahwa ternyata Hercules adalah penerima penghargaan Bintang Seroja dari pemerintah, saat bergerilya di Timor Timur.

Banyak cerita dari pria yang bernama lengkap Hercules Rozario Marshal ini. Mulai sepak terjangnya ketika memulai menjadi preman di Jakarta, isu kedekatannya dengan Prabowo Subianto, hingga pengakuannya yang kini belum pernah membunuh orang dan soal mitos yang menyebut dirinya kebal peluru. Hercules juga tidak setuju jika debt collector disamakan dengan preman. Dia mengatakan jasa penagihan tidak akan pernah ada jika hukum ditegakkan.

"Ini perlu kami klarifikasi ke masyarakat, supaya tidak dibodohi terus. Pejabat-pejabat yang bilang preman itu bodoh," kata Ketua Gerakan Rakyat Indonesia Baru dalam sebuah perbincangan dengan VIVAnews. Menurutnya para pengusaha itu sengaja menyewa debt collector karena aparat penegak hukum tidak dapat bertindak tegas pada sejumlah kasus utang piutang.

"Utang itu harus dibayar. Tapi polisi tak mau tangkap. Maka itulah ada debt collector," kata dia. Dia menuding preman yang sebenarnya adalah penjahat berkerah putih. "Sehingga kalau preman ada masalah, lalu dibesar-besarkan," kata dia.

Hercules menambahkan, seharusnya, kata dia, pemerintah dapat menjelaskan kepada masyarakat preman mana yang harus dibasmi, organisasi mana yang harus dibubarkan. "Preman yang dibasmi itu yang mencuri, merampok, membunuh. Tetapi kalau berkelahi itu ada sesuatu yang dipertahankan karena hukum tidak adil. Sehingga terjadilah jual jasa," ucapnya.

Menurut pengakuan Hercules, dirinya masuk ke Jakarta pada sekitar tahun 1987. Awalnya Hercules masuk di Hankam Seroja penyandang cacat saat dirinya mendapatkan luka di bagian tangan dalam Operasi Seroja dan mendapatkan pelatihan keterampilan di sana. Bersama teman-temannya dari Timor Timur, Hercules mulai membangun daerah kekuasannya di Tanah Abang. Dari kelompok kecil, kini Hercules membawahi sekitar 17.000 orang 'pasukannya' yang tersebar di seluruh wilayah Jakarta.

Sejak tahun 2006 lalu, Hercules memutuskan memulai pertobatannya. Kini Hercules mengaku memasuki dunia bisnis seperti kapal, dan perikanan. "Manusia hidup sementara. Mati akan dipanggil satu-satu, tinggal menunggu kematian. Sekarang, saya sadar, saya bertobat, masuk dunia bisnis dan membantu manusia yang membutuhkan," kata Hercules yang menyebut pertobatan Hercules ini dimulai sejak 10 tahun yang lalu.

Hercules pun membuat ormas yang disebutnya sebagai Gerakan Rakyat Indonesia Baru (GRIB). Dengan ormas ini Hercules berharap dapat membantu masyarakat lainya yang terkena musibah.

Tak hanya berkomentar mengenai aksi premanisme di Jakarta saja, Hercules juga turut berkomentar mengenai Pilpres 2014. Hercules menuturkan ia menginstruksikan kepada seluruh anggota GRIB untuk mendukung Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto sebagai Presiden pada 2014. “Pak Prabowo sudah kaya dari sananya, tidak mungkin korupsi. Beliau juga bertanggung jawab serta bijaksana, dan pantas diusung sebagai Capres 2014,” ujar Hercules, Minggu (26/2/2012).

Hercules sekarang bukanlah seperti Hercules yang dulu, tergambar dari cerita perjalanan hidupnya menjadi Hercules yang di kenal sampai sekarang. Dalam tayangan ILC (Indonesia Lawyers Club) tadi malam(28/2), orang yang dulu di juluki Penguasa preman Tanah Abang itu terang terangan menjelaskan siapa dia, termasuk memperkenalkan istrinya yang cantik itu dan semua apa yang telah dia perbuat dan rencanya ke depan, yang saya dengar tadi malam termasuk rencana menghadapi pemilu tahun 2014 yang akan datang. Sumber

Komentar

  1. Okelah Bapak2 Preman, ane disini cuman ingetin aja kali2 aja mau dicoba. Kan kalo urusan di lapangan bolehlah Bapak2 Preman hebat nan perkasa, tapi apa ia giliran sama Istri..? ayo jujur... ga usah malu ia..hehe. Cekidot list dibawah ini ia :
    viagra original
    obat viagra
    harga viagra
    obat kuat cialis
    obat pembesar penis
    obat pembesar penis

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Koes Hendratmo pake Jas Songke....

Proyek "Motang Rua"