Rapuh....

Tak jarang aku sesali kehidupanku di dunia. Tak jarang aku ingin mati sebelum ajal itu benar-benar tiba. Dimulai dari pertemuanku denganmu. Hidupku berjalan pada setapak yang tak pernah aku duga akan aku lalui. Semuanya terjadi padaku. Segala hal yang tidak pernah aku duga akan terjadi padaku. Aku bagaikan berdiri di ujung jurang. Segala keindahan yang terbentang di hadapanku, membawa aku pada keinginan untuk terjun sekaligus terbang. Terbang bebas menjemput segala keindahan, dan tiba-tiba tersadar bahwa aku tak memiliki sayap. Kepanikan yang dapat segera aku lupakan karena dasar jurang yang masih sangat jauh. Yang aku rasakan hanya bahwa aku memang terbang.

 Kamu. Kamu adalah manusia yang mampu memberikan kepadaku puncak kebahagian. Yang senantiasa membuat hatiku tersenyum walaupun bibir dan parasku penuh kemarahan. Tapi aku tidak pernah mengerti. Kenapa kebahagiaan tidak pernah bisa terlepas dengan kepedihan. Mungkin bisa aku mengerti jika diantara keduanya ada selang sedikit waktu. Setidaknya agar bisa merasakan kemurniannya. Tapi kebahagiaan dan kepedihan yang aku rasakan, seperti seorang bapak yang mendapatkan kelahiran putranya yang sehat, sekaligus mendapatkan kematian istri tercintanya. Kebahagiaan yang tiada terkira sekaligus kepedihan hati yang begitu mendalam. Ekspresi apa yang sekiranya mampu mewakili perasaan hati. Tersenyum tidak, menangispun tidak. Dan selalu berharap bahwa semua hanyalah sekedar mimpi. Kegalauan hati karena terbelit hutang, masih bisa diatasi dengan kebaikan hati para tetangga dan saudara. Tapi kematian seorang teman hidup yang sangat dicintai, dapat digantikan dengan apa? Dan yang kini telah hilang dari diriku, dapat digantikan dengan apa? 
 
Hidup. Untuk apa aku diberi kehidupan. Dan toh pada akhirnya akan mati. Untuk apa yang tiada menjadi ada dan toh akan menjadi tiada lagi. Mungkin memang benar pendapat; berbahagialan mereka yang tak pernah mendapatkan kesempatan hidup di dunia ini, berbahagialah mereka yang mati muda., dan malanglah bagi mereka yang mati pada saat hari tua. Aku tidak bisa menduga-duga, apa yang akan terjadi lagi padaku di masa mendatang. Aku belum tau bagaimana bentuk gambar yang terlukis pada kanfas kehidupanku. Indah atau tidakkah keseluruhan gambar hidupku, aku tidak tau. Tapi sekiranya aku boleh berharap yang baik. Aku tau dalam kebaikan pasti akan terselip keburukan, dalam kebahagiaan pasti ada kepedihan. Tapi setidaknya aku boleh berharap bahwa nantinya akan menjadi lebih baik. Harapan. Seorang bapak tidak akan membiarkan dirinya terlarut pada lamunan sepanjang masa, menunggu untuk terbangun dari mimpi khayalannya, tetapi bertahan hidup untuk anaknya. Meski dia tidak tau bagaimana si anak nanti akan tumbuh. Ada setitik harapan yang membuat aku berani melanjutkan hidup. Kumohon jangan kau matikan harapanku lagi. Aku rapuh.
THEA

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Koes Hendratmo pake Jas Songke....

The Godfathers