Novel pertamaku
Akhirnya Novel pertama saya kelar! Thank God!
Entah kekuatan darimana yang membuat saya mampu menyelesaikan Novel ini. Namun saya yakin, tanpa bimbingan Tuhan Yesus, usaha saya itu tidak akan membuahkan hasil.
Novel ini mengangkat kisah tentang kepahlawanan Kraeng Rombo Pongkor Motang Rua - Ame Numpung melawan penjajah Belanda. (Di novel ini saya menggunakan istilah orang Nggera yang merujuk pada serdadu Belanda). Sebagai pemula, pada awalnya saya merasa kesulitan ketika memulai menulis. Meski alur cerita sudah ada dikepala saya, namun tantangan yang paling besar adalah merekonstruksi kehidupan masyarakat Manggarai pada awal abad 20. Selain ini, novel ini bukan hanya menjadikan sejarah sebagai latarnya, namun mengangkat sejarah itu sendiri sebagai ceritanya. Pusing! Gimana tidak, waktu itu saya belum lahir! Bahkan kedua orang tua saya juga belum ada. Namun dengan berbagai rujukan yang ada,antara lain Buku The Manggaraians karangan Maribeth Erb, serta data-data yang bertebaran di perut Empo Google mengenai Guru Ame Numpung, saya beranikan diri untuk menyusun kata demi kata, kalimat demi kalimat, paragraf demi paragraf. Dan violla! Naskah novel 366 halaman ini pun kelar.
Saya tidak berencana untuk mengirimkan naskah saya ini ke penerbit besar seperti Gramedia dsb. Alasannya jelas. Saya harus menunggu berbulan-bulan untuk mengetahui naskah saya itu diterima atau tidak. Bukannya saya rendah diri dan tidak yakin naskah saya itu akan diterima (PD mode on). Namun waktu menunggu yang lamanya bukan main itu keburu memupus kobaran api dalam jiwa saya sebagai novelis (pemula) hahahaha.
Setelah berselancar di dunia maya, saya akhirnya temukan sebuah web layanan self publisher bernama nulisbuku.com. Hati saya girang bukan main! Ini pilihan yang paling baik bagi saya agar novel saya itu cepat dikonsumsi khalayak ramai. Namun masalahnya, mereka hanya menyediakan jasa mencetak, dan menjual novel saya itu di halaman web mereka (Sebenarnya mereka juga menyediakan jasa pembuatan cover novel. Sialnya, saya tidak punya uang, hahahaha). Soal editing, dan merancang cover novel harus saya kerjakan sendiri semuanya. Sekali lagi saya merasa beruntung karena saya terbiasa merancang desain menggunakan Adobe Illustrator. Berbekal kemampuan (pas-pasan) itu, saya pun membuat cover novel saya sendiri. Ketika saya 'inrayen'cover itu di facebook, seorang teman memberi kritik bahwa cover itu tidak merepresentasikan isi cerita. Kritik yang baik, tentu saja. Saya pun kembali berkutat dengan Illustrator dan merancang ulang cover itu hingga menjadi seperti yang sekarang.
Proses editing tulisan adalah hal paling menjengkelkan. Pasalnya saya harus membaca berulang-ulang naskah setebal 377 halaman itu untuk menemukan kesalahan ketik (typo) serta kalimat kalimat yang rancu. Tanpa tahu malu (hahahaha) saya pun minta istri saya untuk turut terjun dalam proses itu. Untugnya, Ratu rumah kami itu bersedia. Setelah makan waktu hampir dua bulan dan mengerahkan segala daya upaya yang kami miliki, novel itu pun kelar dansaya kirimkan ke nulisbuku.com. Jadilah petang, jadilah pagi itulah hari ke lima puluh delapan.
Harapan saya - ini juga saya kira jadi harapan setiap penulis novel di bumi ini - , novel berjudul Bara di Nuca Lale ini dapat memuaskan pembaca. Jika di dalamnya terdapat kesalahan dan ketidakakuratan, saya minta maaf. Ini hanya sebuah novel yang sok-sokan mengulas sejarah berdasarkan persepsi yang ada di saya punya kepala. Disamping itu, meski tokoh sentral dalam novel ini adalah Guru Ame Numpung, namun banyak pula tokoh lain (rekaan maupun tokoh yang tersurat dalam sejarah) yang coba saya tekankan agar (setidaknya) memperkaya novel ini. Yah... begitulah. Anyway, apa saya sudah layak disebut novelis? hahahaha.
Entah kekuatan darimana yang membuat saya mampu menyelesaikan Novel ini. Namun saya yakin, tanpa bimbingan Tuhan Yesus, usaha saya itu tidak akan membuahkan hasil.
Novel ini mengangkat kisah tentang kepahlawanan Kraeng Rombo Pongkor Motang Rua - Ame Numpung melawan penjajah Belanda. (Di novel ini saya menggunakan istilah orang Nggera yang merujuk pada serdadu Belanda). Sebagai pemula, pada awalnya saya merasa kesulitan ketika memulai menulis. Meski alur cerita sudah ada dikepala saya, namun tantangan yang paling besar adalah merekonstruksi kehidupan masyarakat Manggarai pada awal abad 20. Selain ini, novel ini bukan hanya menjadikan sejarah sebagai latarnya, namun mengangkat sejarah itu sendiri sebagai ceritanya. Pusing! Gimana tidak, waktu itu saya belum lahir! Bahkan kedua orang tua saya juga belum ada. Namun dengan berbagai rujukan yang ada,antara lain Buku The Manggaraians karangan Maribeth Erb, serta data-data yang bertebaran di perut Empo Google mengenai Guru Ame Numpung, saya beranikan diri untuk menyusun kata demi kata, kalimat demi kalimat, paragraf demi paragraf. Dan violla! Naskah novel 366 halaman ini pun kelar.
Saya tidak berencana untuk mengirimkan naskah saya ini ke penerbit besar seperti Gramedia dsb. Alasannya jelas. Saya harus menunggu berbulan-bulan untuk mengetahui naskah saya itu diterima atau tidak. Bukannya saya rendah diri dan tidak yakin naskah saya itu akan diterima (PD mode on). Namun waktu menunggu yang lamanya bukan main itu keburu memupus kobaran api dalam jiwa saya sebagai novelis (pemula) hahahaha.
This is it! Bara di Nuca Lale |
Setelah berselancar di dunia maya, saya akhirnya temukan sebuah web layanan self publisher bernama nulisbuku.com. Hati saya girang bukan main! Ini pilihan yang paling baik bagi saya agar novel saya itu cepat dikonsumsi khalayak ramai. Namun masalahnya, mereka hanya menyediakan jasa mencetak, dan menjual novel saya itu di halaman web mereka (Sebenarnya mereka juga menyediakan jasa pembuatan cover novel. Sialnya, saya tidak punya uang, hahahaha). Soal editing, dan merancang cover novel harus saya kerjakan sendiri semuanya. Sekali lagi saya merasa beruntung karena saya terbiasa merancang desain menggunakan Adobe Illustrator. Berbekal kemampuan (pas-pasan) itu, saya pun membuat cover novel saya sendiri. Ketika saya 'inrayen'cover itu di facebook, seorang teman memberi kritik bahwa cover itu tidak merepresentasikan isi cerita. Kritik yang baik, tentu saja. Saya pun kembali berkutat dengan Illustrator dan merancang ulang cover itu hingga menjadi seperti yang sekarang.
Proses editing tulisan adalah hal paling menjengkelkan. Pasalnya saya harus membaca berulang-ulang naskah setebal 377 halaman itu untuk menemukan kesalahan ketik (typo) serta kalimat kalimat yang rancu. Tanpa tahu malu (hahahaha) saya pun minta istri saya untuk turut terjun dalam proses itu. Untugnya, Ratu rumah kami itu bersedia. Setelah makan waktu hampir dua bulan dan mengerahkan segala daya upaya yang kami miliki, novel itu pun kelar dansaya kirimkan ke nulisbuku.com. Jadilah petang, jadilah pagi itulah hari ke lima puluh delapan.
Harapan saya - ini juga saya kira jadi harapan setiap penulis novel di bumi ini - , novel berjudul Bara di Nuca Lale ini dapat memuaskan pembaca. Jika di dalamnya terdapat kesalahan dan ketidakakuratan, saya minta maaf. Ini hanya sebuah novel yang sok-sokan mengulas sejarah berdasarkan persepsi yang ada di saya punya kepala. Disamping itu, meski tokoh sentral dalam novel ini adalah Guru Ame Numpung, namun banyak pula tokoh lain (rekaan maupun tokoh yang tersurat dalam sejarah) yang coba saya tekankan agar (setidaknya) memperkaya novel ini. Yah... begitulah. Anyway, apa saya sudah layak disebut novelis? hahahaha.
Neho rampo nia kaeng dite?
BalasHapustabe saya mau tanya apa stok bukunya masih ada? kalau ia, saya mau order. makasih
BalasHapusBeli dimana bukunya?
BalasHapus